Batamkini.cim, Jakarta | Gerakan Bhinneka Nasionalis (GBN) berbelasungkawa sekaligus menyatakan prihatin, atas 127 korban jiwa, termasuk dua petugas polisi, dalam kerusuhan supporter sepakbola di Kabupaten Malang 1 Oktober 2022 semalam.
Kerusuhan antar supporter dampak dari kekalahan Arema FC dari Persebaya dengan skor 2-3 dalam laga derby itu juga membuat 100 orang lebih harus segera dirawat darurat di RSUD Kanjuruhan, Malang.
Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta menyatakan korban tewas akibat kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Kepanjen, Kabupaten Malang tercatat 127 orang. Dan dua di antaranya petugas Polri.
Dukungan dan loyallitas memang layak diberikan. Tapi aksi kekerasan, terutama oleh supporter, apalagi dalam giat olahraga justru cermin buruk ketidaksportifan.
Duka dan keprihatinan GBN ini bukan hanya atas ratusan korban jiwa yang sia-sia. Namun terutama atas sirnanya nilai sportivitas dan budaya KSATRIA di Indonesia.
Tragedi kemanusiaan dan budaya kekerasan ini merupakan peringatan keras tanpa ampun atas:
1.Kelalaian aparat yang tidak bersikap antisipatif, terutama dari pihak intelijen dan reserve yang kurang menyiapkan langkah preventif sedini mungkin.
2.Penyelenggara pertandingan yang kurang bertanggung jawab, karena cenderung mengejar keuntungan materil semata.
3.Sikap pemilik klub yang lepas tangan, nyaris tidak pernah memberikan
edukasi dan pentingnya budaya anti kekerasan, jiwa ksatria dan sportsmanship terhadap para pendukung/fans klub mereka.
4.Kegagalan tupoksi Kementerian Pemuda & Olah Raga dalam melakukan pembinaan olah raga, terutama atas berbagai CabOR yang terindikasi dikuasai oleh Mafia Judi. Juga atas tupoksi Kemenpora RI dalam menanamkan nilai-nilai luhur olahraga sebagai salah satu instrumen juang nation and character building.
5.Seluruh elemen bangsa Indonesia agar mau lagi kembali bersikap jujur, sportif dan ksatria, terutama dalam menghadapi kekalahan, tanpa mengedepankan lagi jiwa korsa yang tidak pada tempatnya, apalagi secara berlebihan.
Untuk itu GBN mendesak agar tragedi ini segera diusut tuntas sehingga jelas siapa saja yang wajib bertanggungjawab atas 127 nyawa yang tewas percuma itu.
Semoga hari esok, dunia olahraga Indonesia bisa sehat membaik, dan menjunjung budaya sportivitas, tidak lagi didominasi oleh Mafia Judi dan Petualang yang mempolitisaai olahraga.*